Sabtu, 15 Januari 2011

Sketsa Post Modern : Porak – Porandanya Pengetahuan


                Istilah “postmodern” sekarang sangat sering digunakan, tetapi lebih sering lagi disalahgunakan. Sangat sulit mendefinisikan postmodern dalam satu atau dua kalimat saja karena postmodern pada hakikatnya berisikan aneka ragam, saling berserakan, dan sering kali isinya saling bertolak belakang, bahkan terkesan seperti “kapal pecah” sehingga suatu definisi untuk itu memang tidak dibutuhkan. Itulah dia watak postmodem, suatu ungkapan sangat populer, tetapi tanpa definisi yang jelas.
                Di samping itu, bagi kaum postmodem, “perbedaan” merupakan inti dari segala kebenaran. Karena itu, mereka’tidak mempercayai pada hal-hal yang universal, harmonis, dan konsisten. Tidak ada musyawarah musyawarahan dalarn mencari kebenaran dan menghadapi realitas. Yang ada hanyalah perbedaan-perbedaan, dan perbedaan-perbedaan tersebut harus selalu dihormati.
                Kaum postmodern percaya bahwa tidak ada suatu yang transenden dalam realitas. Nietzsche mengatakan bahwa Tuhan sudah mati. Menurut paharn postmodem, realitas yang sama dapat ditafsirkan secara berbeda – beda oleh pihak yang berbeda – beda. Karena itu, tidak mengherankan jika Jacques Derrida, seorang pelopor aliran postmodem, mengajak manusia untuk berhenti mencari kebenaran (sebagaimana yang dilakukan oleh kaurn pencerahan), bahkan seyogianya kita membuang pengertian kebenaran tersebut. Tidak ada kebenaran yang absolut, universal, dan permanen. Yang ada hanyalah kebenaran menurut suatu komunitas tertentu saja. Yang diperlukan bukanlah usaha mencari kebenaran, melainkan yang diperlukan adalah percakapan dan penafsiran yang terus – menerus terhadap suatu realitas, tanpa perlu memikirkan suatu kebenaran yang objektif.
                Paham postmodem juga menolak teori korespondensi, yang menyatakan bahwa suatu kebenaran baru ada jika adanya hubungan yang selaras antara. statement yang diucapkan dan realitas/fakta. Menurut teori korespondensi:

Jika Anda berkata ada sebuah roti apel di lemari es, saya perlu melihat ke dalam lemari es itu untuk membuktikan apakah perkataan Anda benar.
(Stanley J. Gren-i, 2001: 69).
                Oleh kaum realis, teori korespondensi ini dianggap berlaku universal dimana-mana. Menurut kaum realis, pikiran manusia, dapat mengetahui suatu realitas secara, utuh sehingga. dunia dapat digambarkan secara. utuh, lengkap, dan tepat termasuk menggambarkan rahasia alam semesta, melalui ilmu pengetahuan. Dan kesemuanya itu dapat digambarkan dengan suatu bahasa. yang tepat. Dengan demikian, menurut kaurn postmodem, bahasa. berfungsi sebagai permainan catur, yang memiliki aturan bagaimana seharusnya, suatu pion digerakkan. Jacli, bahasa. ticlak dapat begitu saja clihubungkan dengan suatu realitas karena bahasa ticlak menggambarkan realitas secara tepat clan objektif, tetapi bahasa hanya menggambarkan dunia. dengah berbagai cara. bergantung konteks dan keinginan yang menggunakan bahasa. tersebut.
                Dengan demikian, aliran critical legal studies, yang antara lain merupakan refleksi aliran postmodem ke dalam bidang hukum mencoba memberikan suatu jawaban atau minimal merupakan suatu kritikan terhadap kenyataan bahwa hukum pada akhir abad ke-20 memang timpang, baik dari segi tataran teoritis, filsafat, maupun dalam tataran praktisnya. Di samping itu, dengan pendekatan secara induktif, bergerak dari kenyataan hukum yang diterapkan dalam masyarakat, menyebabkan para pemikir hukum pada akhir abad ke-20 terpaksa harus mengakui beberapa premis hukum baru, yang memporak-porandakan premis hukum yang lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar